Nugroho's blog.

Thursday, November 3, 2011

Kritis

Saya ingat waktu kuliah akta-4 di FIP sesaat setelah saya lulus. Motivasinya saat itu juga patut dipertanyakan soalnya di jurusan saya juga sudah ada program gelar ganda. Mungkin saya sudah bosen di jurusan, atau mungkin juga ingin suasana yang bukan 'itu-itu saja'. Tetapi tidak juga, karena saya juga sering nongkrong di kantin Ekonomi sehingga nggak cuma melihat yang 'itu-itu saja'.
Mungkin juga saat lulus saya sedang jomblo dan saat melihat di buku daftar wisuda gak ada yang menarik perhatian saya, lebih tepatnya tidak ada yang tertarik dengan saya sehingga saya berharap dapat 'bonus' di akta nanti. Mungkin lebih tepatnya saya ingin jadi guru tetapi terlalu malas mengambil program studi pendidikan, malas buat makalah, penelitian tindakan kelas dan hal-hal macam itu, ..., banyak kemungkinan, ... singkat cerita, saya ambil program akta-4 di FIP UM

Jelas terdapat suasana berbeda di sini, karena selain FIP banget, yang ikut akta juga berasal dari kampus-kampus di luar UM, bahkan ada yang dari Jember. Hal lain yang membuat suasana berbeda adalah latar belakang teman-teman sekelas yang dari bermacam-macam jurusan, bayangkan saat diskusi kelas ada yang mengutip ayat Qur-an untuk berdebat, hm, begitu banyak perbedaan kultur belajar, dan itu sangat menarik. Tiap hari masuk jam 7 pagi hingga jam, hm lupa, mungkin jam 1 siang, senin-hingga jumat, jadi semacam back to school gitu.

Kalo ada yang menduga bahwa saya tertarik dengan salah satu cewek di sana, anda benar, tapi bukan itu yang akan saya ceritakan.

Tiap satu mata kuliah di akta berlangsung selama dua minggu termasuk UTS dan UAS, dalam dua minggu ada tiga mata kuliah yang diselesaikan. Tiap satu mata kuliah diampu oleh dua orang dosen yang mengajar bergiliran hari ataupun masuk dua-duanya ke dalam kelas, bahkan pada mata kuliah multimedia, ada tiga dosen yang masuk bersamaan ke dalam kelas. Pada minggu yang kesekian masuklah seorang dosen bernama Prof I Nyoman Degeng, membahas tentang cara mengajar berbasis konstruktivisme. Saya sudah bersiap-siap untuk bermimpi (kebiasaan kuliah di jam 10 ke atas setelah istirahat dan makan di kantin) ketika beliau bertanya
"Berapa 3x4?"
"12"
"yeah, benar. Apa cuma itu?"
"..."
"Apa cuma jawabannya cuma 12? misal murid anda nanti menjawab 1000 gimana? "
Ada yang nyletuk "loh itu kan banyolan pak, 3x4 di tukang foto kan?"
"Hm, anda bilang itu humor, tetapi kenyataannya benar kan? bahkan bisa saja 3x4 adalah 500 kalo kualitasnya jelek"
"...(gak nyambung)"
"Bagaimana kalo ada yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaaaa...?"
"..." (kelas hening, bingung darimana 3x4 kok jadi 2 )
Ada yang gak tahan "Kok bisa pak?"
"Nah, itu pertanyaan yang bagus, respon yang bagus seandainya anda nanti jadi guru"
"eh?"
"Respon yang kurang bagus adalah berkata 'guooooblook...' pada murid yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaa"
"..."
"Karena bisa saja si murid saking ngantuk atau lemesnya dia menjawab 12 dengan intonasi super lambat, duuuuuuaaaaaaaaa beeeeeeelllllaaaaasss....., oaehm"
............

Pak Degeng menekankan pada menuntun tiap anak untuk menjadi dirinya sendiri, tidak boleh ada paksaan, dan mendorang berpikir kritis.
"Lha kalo ada yang males pak?"
"Ya nggak apa-apa"
" ? "
"Kita tidak bisa memaksa semua anak menjadi rajin dan menjadi sukses semua, menjadi presiden semua. Di dunia selalu ada keseimbangan, jadi jika ada yang rajin maka kemungkinan besar dia akan jadi bos di sebuah perusahaan yang punya kantor bertingkat tujuh seperempat. Dan jika ada yang males, kita tidak bisa memaksa mereka untuk rajin, karena sebuah gedung perlu tukang sapu dan ngepel yang jarang dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi."
....

Tentang berpikir kritis, ada contoh
"Kenal Pangeran Diponegoro?"
serentak satu kelas "Kenal...!!!"
"Siapa"
"Pahlawan",
"Kenapa disebut pahlawan"
"Karena perang melawan belanda"
"Kenapa perang melawan belanda?"
"Karena belanda membuat jalan di atas kuburan leluhur Pangeran Diponegoro"
"hm, jadi PD adalah pahlawan karena itu? Perang 5 tahun karena kuburan leluhurnya digusur terus sembunyi di goa selarong?"
"iya, eh..."
"Misal sekarang, pemerintah akan membangun jalan utama di sebuah wilayah. Jalan tersebut menghubungkan sebuah wilayah yang terisolasi sehingga warga daerah terisolasi tersebut dapat berhubungan dengan daerah sekitar, arus ekonomi meningkat dan taraf hidup lebih baik. Nah, ada satu masalah, walaupun semua lahan untuk jalan teresebut sudah dibebaskan, ada satu lahan berukuran 3x3 meter persegi yang pemiliknya tidak mau melepaskan berhubung itu adalah kuburan kakeknya. Jalan sudah diaspal lurus menghubungkan kedua daerah dan hanya kurang di tempat itu. Jika dipaksa, sebenarnya bisa saja jalan dibelokkan untuk menghindari area 3x3 meter persegi tersebut dengan resiko... yeah anda tahu sendiri, kendaraan 100km/jam di jalan lurus tiba-tiba belok untuk menghindari kuburan. Misal anda adalah pemerintah, apa yang akan anda lakukan?"
"..."
"Ohya, jika PD adalah pahlawan, kenapa sembunyi di Goa Selarong?"

Sebenarnya Pangeran Diponegoro disebut pahlawan tidak hanya karena kuburan, namun di buku-buku sejarah kita itulah yang tertulis. Pak Degeng hanya memancing kita untuk berpikir kritis. Bukan hanya kuburan yang digusur yang membuat PD memerangi belanda, namun kelas hari itu berakhir sampai di situ...

Prejudice

Dulu, saat sering nge-band, sering sehabis manggung atau latihan aku nongkrong di tempat ngopi. Tempatnya tidak tentu, terkadang di perempatan ITN (yang baru buka pukul 10 malam itu), atau di trotoar jalan Veteran sebelum ada MaToS, di Keong (hm, masih ada nggak ya?) atau yang lain dengan prinsip "pokoknya gak pulang dulu", toh sebagian temen band nginep di Markas di .. di .., hm.., baru nyadar ternyata aku gak tahu alamat resminya markas, hehehe.


Alamat markas bandku, mbA Band, kira kira begini: Di jalan bendungan Sutami ada gang yang ada warung Mak Nia, nah rumah pertama kanan jalan di gang itu markas bandku yang terakhir, ada pagar tembok rendah yang bisa buat duduk-duduk sambil gitaran (aslinya sih lihat cewek lewat, gitarannya gak penting), latihannya sendiri untuk format akustik ada di lantai dua dekat jemuran, saat-saat terakhir band-ku ada di situ malah ada dua kelinci yang dibiarkan bebas (beserta kotorannya, :) ) dan sampai memakan print-out skripsinya Supri, gitaris band-ku, :). Sekarang rumah itu sudah tidak dikontrakkan lagi, katanya dipakai sendiri oleh yang punya, bahkan denger-denger..., ah bukan urusanku.

Di markas itu aku sama Supri pernah membuat rekor tak resmi, gitaran ngalor ngidul dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Penyebabnya sepele; dikira hari itu latihan band format akustik, ternyata yang datang cuma dua orang tok, aku dan Supri, ya sudah, hajar saja, strumming all day long...

Nah, balik ke ngopi, biasanya kalo rame-rame satu band, tidak pernah ada masalah. Beda lagi kalo ngopi cuma bertiga, pasti pesanan datangnya lama dan pasti ada satu pelayan yang mondar-mandir kesana-kesini sambil bawa pesanan entah untuk siapa yang gak nyampai-nyampai.

Ini bukan untuk menyindir atau menyalahkan atau mengklaim bahwa kejadian ini selalu terjadi. Kebanyakan pelayan mengantarkan pesanan makanan atau minuman berdasarkan jumlah orang yang ada di meja itu. Tidak heran tentu saja, dan normal untuk berpikir demikian, tiga nescafe untuk tiga orang di pojok sono, ni dua jeruk pasti pesanan dua mbak cakep dekat jendela itu. Toh dengan cara begitu tidak perlu tanya satu-satu dari meja ke meja. Anehnya walaupun mejanya sudah bernomor, banyak yang masih tetap menggunakan pola pikir seperti itu dan sayalah yang sering jadi korban.

Tentu saja saya sering jadi korban karena mungkin salah saya sendiri. Kesalahannya adalah: rakus. Jadi kami sering cekikikan kalo ada pelayan yang akhirnya datang dengan tersipu (atau mungkin geram tapi gak mungkin diperlihatkan) sambil berkata: "waduh, maaf mas, lha di meja nomor 7 ini orangnya cuma ticga tapi kok di daftar pesanannya ada 4 minuman ya".

Weleh, sudah ada nomornya gitu lho mas, mbok ya tanya dari tadi tuk konfirmasi gitu. Ini juga masalah kita kebanyakan, malu bertanya dan berprasangka. Prasangka, walaupunitu prasangka baik (semacam "hm, mas itu gak mungkin rakus sampai pesan es josua dua gelas besar plus cappucino"), kadang membuat sesuatu berjalan amburadul, dan dalam kondisiku saat itu, membuat pesananku gak datang-datang, haus...

Tuesday, November 16, 2010

Ipad iOS 4.2

Yesterday I update my mac via software update and surprisingly found new iTunes update for iPad iOS 4.2 support.

Not sure how is going on, I try googling about it before update my iPad from 3.2.2 but alas no result at all.

I wonder, why everyone are in doubt updating their iPad? Is it possible all iPad owner (like me) waiting for review before upadate their iPad? heheh...


Powered by Qumana


Monday, July 5, 2010

Spock (atau Kirk?)

...tapi kami adalah kita, mereka juga bagian dari kita, jadi kita berdua adalah kita.

Saturday, January 23, 2010

Dvorak Keyboard Layout on My Macbook Pro 13" 5,5

After a while. I decide to use Dvorak layout.
It just need 30 minutes to popping keyboard's cap off and rearrange it.

Here the result.


From Ubuntu Karmic Koala

From Ubuntu Karmic Koala

Monday, November 30, 2009

Integral menggunakan Metode Numerik di Python

Integral suatu fungsi merupakan jumlah luasan di bawah fungsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat membuat sebuah algoritma untuk mencari luasan sebuah fungsi tanpa perlu mengintegralkan fungsi tersebut. Metode ini memiliki bentuk sebagai berikut

From Ubuntu Karmic Koala


N adalah jumlah segmen Untuk mencari integral dengan cara numerik digunakan algoritma berikut:
  1. Bangkitkan x1, x2, ..., xn
  2. Masukkan nilai-nilai tersebut ke g(x)
  3. Jumlahkan nilai-nilai di langkah 2
  4. Bagi dengan N
  5. Kalikan dengan (b − a)
Misal, untuk mencari nilai integral

From Ubuntu Karmic Koala


menggunakan python, gunakan perintah seperti pada gambar 1 yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.

Dapat dilihat bahwa hasil integral tersebut dengan Monte-carlo dengan 10 segmen adalah 150.36; agak jauh dari nilai secara analitis, yaitu 168.

Agar akurat, kita perlu memperbesar nilai N. Sebagai contoh, jika nilai N kita ubah menjadi 100, maka hasil integralnya adalah 166.203, lebih mendekati
nilai yang sebenarnya. Tentu saja dengan semakin besar nilai N maka akan (relatif) semakin lama pula penghitungannya.

Sebagai improvisasi, kita dapat menyajikan data hasil kode Python dalam bentuk web dengan webserver python atau mengatur agar user dapat memasukkan input saat runtime. Kita juga dapat memproses grafik menggunakan PILmenyimpan hasil perhitungan ke format excel dan membaca file excel hasil penyimpanan 


From Ubuntu Karmic Koala


From Ubuntu Karmic Koala


From Ubuntu Karmic Koala

Saturday, November 28, 2009

Ubuntu 9.10 Karmic Koala in Tablet PC HP TX2500

After having OpenSuSE 11.1 installed on my Tablet PC for about a year, I want to try installing Ubuntu 9.10 on my TX2500. I used Karmic Koala iso image for AMD64 architecture and start with liveCD choice first.

Using LiveCD, everything is seem work without problem. When a familar exotic GNOME welcome sound is heard, I suddenly jump and think ”hooray, this cool Tablet PC is finally supported by ubuntu...”. Ridiculous, yeah, but the big problem prevent me for installing ubuntu on TX2500 is that no sound support (hey..., how we can life without music...), so, realizing that it wasn’t problem anymore (as well as my pen and eraser on touchscreen), I decided to override my SuSE 11.1 with this Koala.

Oh yeah another pleasure is a popup offers me if I want to install Broadcom, SLModem and ATI propietary driver but, planned to install that after install to harddisk, I close that windows (uh, what the poin install something in live system?).

After install Koala and boot into its system, I wait for popup offerring propietary driver installation but it never showed up, but everything is OK:
  1. Sound is work, that’s good
  2. Digitizer is work, I can use my pen and eraser as pointer and primary click eventhough finger-touch isn’t work.
I, after a couple minute, finally found how to install propietary driver, using menu Hardware Driver, I installed Broadcom Wifi, SLModem and fglrx ATI propietary driver. I also want my system always updated and use newest soft- ware, so, using synaptic, I updated software and even upgraded kernel. Here the problem arise.

After updating softwares and upgrading kernel of Karmic Koala, sound refuse to sounding (aaaaaargh..), no sound hardware detected, volume icon represent dummy hardware. I think it’s ALSA problem (like other said when i googling for solution) so I download alsa-driver, alsa-utils and alsa-... and com- piled them form source (uh). Still no sound after restarting.

I do deep search at google again and found realy simple but powerful solution: deactivate slmodem driver from hardware driver and voilaaa...., my sound is back

Here some note from Karmic Koala on my TabletPC tx2500 series
  1. Sound is work
  2. Pen digitizer is work out of the box
  3. Broadcom Wifi is work (propietary driver)
  4. Remote is work out of the box. It can raise volume (master volume), play next/previous song on mp3-player
  5. Webcam could be accessed through cheese
  6. My Sierra HSDPA modem was detected automagically (no need wvdial command line, heheh)
  7. Compiz-fusion run smoothly, so I can use compiz 3D effect and emerald in my desktop

(for Oneiric Ocelot, see here)

From Ubuntu Karmic Koala


From Ubuntu Karmic Koala

323f (5) amp (1) android (12) apple (7) arduino (18) art (1) assembler (21) astina (4) ATTiny (23) blackberry (4) camera (3) canon (2) cerita (2) computer (106) crazyness (11) debian (1) delphi (39) diary (286) flash (8) fortran (6) freebsd (6) google apps script (8) guitar (2) HTML5 (10) IFTTT (7) Instagram (7) internet (12) iOS (5) iPad (6) iPhone (5) java (1) javascript (1) keynote (2) LaTeX (6) lazarus (1) linux (29) lion (15) mac (28) macbook air (8) macbook pro (3) macOS (1) Math (3) mathematica (1) maverick (6) mazda (4) microcontroler (35) mountain lion (2) music (37) netbook (1) nugnux (6) os x (36) php (1) Physicist (29) Picture (3) programming (189) Python (109) S2 (13) software (7) Soliloquy (125) Ubuntu (5) unix (4) Video (8) wayang (3) yosemite (3)