Salah satu detil dari @pitoyoamrih yang saya suka adalah cerita tentang masa kecil seorang tokoh wayang.
Kita tahu cerita lengkap tentang masa kecil tokoh wayang jarang ada di pakem utama. Hanya beberapa yang terkenal seperti Gatotkaca dan Wisanggeni, itupun dalam lakon carangan.
Dengan kenyataan seperti itu (atau saya yang memang tidak tahu secara tuntas pakem utama pewayangan), buku-buku Pitoyo Amrih ini menjadi semacam hiburan yang menyegarkan.
Tentang masa kecil Karna bersama Adirata. Deskripsi watak Karna yang ambisius, nakal dan cenderung jahat kepada orang tua angkatnya menjadi pengantar yang tepat sebagai latar belakang masa dewasanya.
Permadi kecil, sebelum diusir dari istana, yang cuek cenderung sombong dan manja, tak mau membereskan busur dan tempat anak panah.
Narayana dan Kakrasana kecil di Widarakandang yang diasuh Demang Antagopa dan Nyai Sagopi.
Masa kecil para kurawa dijelaskan dengan rapi, tentang Destarata dan Gendari yang tidak pernah memperhatikan anaknya sama sekali, dan seratus saudara seumur yang tak terurus sehingga menjadikan pengantar kelakuan Kurawa saat sudah dewasa.
Masa kecil Wisanggeni mungkin sudah banyak yang tahu karena ada lakon Lahirnya Wisanggeni.
Nah saya suka cerita detil versi Pitoyo Amrih tentang masa kecil Antareja dan Antasena.
Childhood
One of the details of @pitoyoamrih that I like is the story of the childhood of a puppet character.
We know the full story about the childhood of puppet characters is rarely in the main Pakem. Only a few are famous like Gatotkaca and Wisanggeni, and even then in the Carangan (side story).
With such a reality (or it's just me, who don't really know the complete Pakem of Wayang ), Pitoyo Amrih's books become a kind of refreshing entertainment.
About Karna's childhood with Adirata. Descriptions of Karna's ambitious, naughty and evil tendencies to her adoptive parents became the right introduction to her adult background.
Young Permadi, before being expelled from the palace, the ignorant tended to be arrogant and spoiled, not wanting to clear the bow and place the arrow.
Narayana and small Kakrasana in Widarakandang who are raised by Demang Antagopa and Nyai Sagopi.
The kurawa's childhood is neatly explained, about Destarata and Gendari who never pay attention to their children at all, and a hundred brothers during their unkempt years, making strong background of Kurawa's behavior as adults.
Wisanggeni's childhood may have been known because there was a play about the birth of Wisanggeni.
Now I like the detailed version of Pitoyo Amrih's version of Antareja's and Antasena's childhood.