Nugroho's blog.

Friday, November 11, 2011

Berdamai dengan Blogger

Ada yang aneh saat saya mengunjungi dashboard blogger untuk mengedit kesalahan ketik pada beberapa posting. Ada semacam notifikasi yang menyarankan saya untuk mengupgrade template. Hm, emang kenapa dengan template lama saya? Namun penasaran juga akhirnya sehingga saya meng-klik tab template dan wow....

Halaman template sudah sangat berubah, wuih. Ada tawaran untuk merubah ke template dynamic view, artinya pengunjung bisa memilih sendiri format blog saat membaca blog saya; bisa model classic, magazine, ... . Ternyata blog saya tidak mau berubah ke format ini. Lah, lha terus kenapa haru upgrade template kalo gak boleh memilih template yang terupgrade? Eh, tapi ada 'learn more', hm, lihat dulu.

Ternyata untuk dapat menggunakan template dynamic view saya harus mengubah RSS feed dari 'few' menjadi 'full', OK. Nah, sudah bisa memakai template view namun, untuk jaga-jaga, saya full-backup dulu template yang lama.

Ternyata template dynamic view memang lumayan bagus. Pengguna bisa memilih tampilan blog saat mengunjungi blok kita. Namun saya kurang cocok karena tidak ada yang mendekati template lama saya yang memiliki side bar berisi macam-macam.

Akhirnya saya kembali ke template lama saya.
Masalahnya, saya terlanjur melihat dan menyukai fitur-fitur di template yang baru. Pikir-pikir sebentar, akhirnya coba template baru, memberi kesempatan untuk kemajuan, :).

Masalah baru. Saya berusaha agar template yang baru memiliki tampilan seperti template lama saya. Saya menghias template lama saya dengan mengedit CSS namun saya tidak bisa melakukannya dengan template yang baru. Alhasil, sayay gagal membuat template yang baru memiliki cita-rasa template saya yang lama.

Konyol. Akhirnya saya kembali lagi ke template lama. Berusaha agar fitur template yang baru bisa saya terapkan di template lama saya. Setelah googling agak lama, akhirnya ketemu juga caranya.

Teenyata ini adalah pekerjaan yang 'tedious', uh.

Nyerah, pakai template baru tapi bukan yang dynamic. Sambil berusaha pelan-pelan mengembalikan cita rasa lama.

Musik

"Bagaikan sendok dan garpu, kita selalu bertemu..."
"...murah sandang pangan, seger kuwarasan..."
"...kau yang kuanggap sebagai teman biasa..."

Yeah, itu adalah cuplikan syair-syair lagu jadul akhir 80-an yang sering kudengar saat masih kecil, belum sekolah, di rumah tidak ada TV, hanya radio 4-band tanpa fm --mungkin jaman dulu siaran fm juga belum ada.

Kami memiliki tape namun aku tidak mengerti sebagian musik yang diputar bapak dan ibuk, seingatku aku hanya menyukai lagu 'jarum neraka'-ny Nicky Astria dan satu lagu barat yang hingga kini aku tidak pernah tahu nama penyanyi dan judulnya; (masih berusaha mendapatkan lagu itu hingga kini).

Saat masih kecil musik favoritku adalah musik live kuda lumping...

"Bebek-bebek ku, mari kemari
ikutlah aku ke kebun bibi
Di sana banyak kesukanmu
Cacing yang gemuk hei ayo diserbu
Wek wek wek sungguh ramainya
Wek wek wek bersukaria"
--lagu saat TK--

"...andai di pisah, laut dan pantai..."
"...bila kudengar kicau burung di sana..."
"...abang tukang bakso, mari dong ke mari..."
"...hujan di malam minggu, aku tak datang padamu..."

Saat SD, di rumah sudah ada TV hitam putih; sering jadi masalah saat melihat siaran langsung liga inggris (atas kerja sama dengan SDSB, :) ) karena jika pemain menggunakan kaos hijau dan merah tidak akan ada bedanya, hihihi. Referensi musikku adalah 'Panggung Gembira Anak-anak' dan 'Album Minggu Kita'. Berbagai aliran musik campur aduk di situ.

Saat SD aku sudah menyukai Ebiet G Ade karena sering diputar oleh bapak di radio-tape baru kami. Lagu-lagu yang kusukai (karena hanya itu yang kutahu) adalah lagu-lagu dari Nike Ardila, Desy Ratnasari, Jefry Bule, Farid Hardja, Merry Andani, Doel Sumbang, Nini Karlina, Deddy Dores, Ria Enes & Suzan, Johny Iskandar, Ona Sutra, Rhoma Irama, Asep Irama, Bintang-bintang MSC. Hm, secara statistik, saat itu lagu yang kusukai adalah lagu-dangdut-rancak.

Karena tidak ada acara live musik yang lain, maka musik live yang kusukai saat SD tetap musik kuda lumping.

"...muda mudi jaman sekarang..."
"...hati tenang melaut..."
"...selamat tinggal teluk bayur permai..."
"...malam minggu aye pergi ke bioskop..."
"...Oemar Baaaa...kri..."

Koes Plus masuk ke dalam list lagu kesukaanku saat SMP. Hal ini tak lepas dari ekstra musik yang kuikuti saat itu, gitar baru yang kumiliki dan lagu-lagu Koes Plus yang "kuncinya gampang".

Selain itu, saat SMP bibit-bibit jiwa pemberontak mulai muncul sehingga aku juga mulai menyukai musik-musik Iwan Fals. Band SMP-ku mengusung lagu-lagu 'Top Forty', artinya aku harus menguasai lagu-lagu oldies semacam 'Teluk Bayur', lagu keroncong semacam 'Dinda Bestari', lagu dangdut seperti 'Surga Dunia', juga 'Top Forty' lain semacam 'Karmila', 'Malam Minggu', 'Selamat Tinggal (Five Minutes)'; Top Forty dalam artian lagu-lagu yang diminati di daerahku saat itu.

Kuda lumping bukan lagi menjadi musik live kesukaanku karena aku lebih suka tampil live dipanggung. Yeah, aku menyukai live-musik-ku sendiri.

"...mengurung diri dalam kamarnya, dan dibilang bunting... (Jamrud)"
"...tampil konyol kayak kami banyak mereka benci namun kutak peduli...aku kan tetap bernyanyi walau dicaci maki nanti bosan sendiri...aku bukanlah pencuri dan bukan tukang judi dan pemakai ekstasi... (Metalik Klinik)"
"...kuingin kau mengerti betapa kumerindukan... (boomerang)"
"...jangan lagi kau dekati diriku... (DOT)"
"...uwooo ooouuwwoo suwit cailt o maaaiiin.... ( sweet child o' mine, Guns N Roses)"
"...oh ibuku, pergi ke pasar... (ska klinik)"
"...dunia belum berakhir... (shaden)"

Yeah, bibit pemberontak sudah tumbuh subur saat SMU. Babon Band adalah nama band-ku saat itu, dengan dua drummer, satu basis, dua gitaris (salah satunya aku yang juga merangkap keyboard plus backing-screaming vokal, heheh), dan banyak vokalis. Yeah, susunannya memang amburadul karena jika ada 'job' tidak semua pasti bisa datang karena malam hari (rumah jauh), atau minggu siang hari (loh); yeah, drummerku kerja minggu di waduk jadi nahkoda perahu wisata.

Kami memang perlu vokalis banyak karena aliran Babon band adalah rock, pop, ska, underground, dangdut. Jadi, seperti di SMP Babon band juga beraliran 'Top Forty', hehehe.

Tiap ada pertunjukkan kuda lumping aku tetap datang namun bukan karena aku kembali menyukai 'musik live gamelan kuda lumping' melainkan 'melihat yang melihat'.

Selain punya band, aku juga direkrut sebagai pemain musik keroncong. Awalnya sebagai gitaris melodi, namun segera ganti posisi karena dianggap melodi-melodiku 'tidak punya feel keroncong' (tentu saja, lihat saja lagu-lagu yang biasa kumainkan).

Kemudian aku disuruh memainkan biola. Seminggu aku berlatih biola di rumah siang hari, gak berani malam hari karena latihan di siang hari pun ibu sudah komentar "Volumenya apa nggak bisa dikecilin? Eneg aku mendengar suara fals biolamu yang kayak orang asma", uh, selain itu volume suara biola tidak bisa dikecilkan sehingga lebih aman latihan siang hari. Pun begitu, dengan alasan yang sudah kita ketahui bersama, akhirnya posisi terakhirku adalah pemain standing bass (aku menolak mentah-mentah posisi walking bass karena menghargai jemariku, sayang kalo melepuh). Di keroncong pemain standing bass bisa memainkannya sambil ngopi ataupun tidur-tidur ayam, nyaman sekali.

"...when marimba rhytm start to play, play with me, make me sway,..."
"...sunyi sepi malam, tanpa sinar bulan
sesunyi diriku sendiri dalam penantian..."
"...volare... Wooouuuwwoooo..."
"...I love you baby..."
"...you just too good to be true, can't take my eyes of you..."
"...kala kupandang kerlip bintang nun jauh di sana..."
"...walau kini engkau telah tiada tak kembali, namun kotamu hadirkan senyummu abadi... (Kla) "
"...setidaknya aku punya wajahmu malam ini... (mbA)"
"...takkan pernah ku berpaling dari cintamu... (DoReMi)"

"Ok, C Cmaj7 C7 F Fm C Dm7 G C"
"Bdim itu yang gini lho" (mas Mamat)
"Bisa ngiringi biolaku pake gitar? Kita tampil di depan rektor memainkan 'Canon in D' (mbak Tutut, dosen Sastra)"
"Eh, gimana kalo intronya kita hajar pake accord G7#9b5 ?" (ngobrol sama Supri tentang lagu 'Guru Indonesia')
"Mas, ini gitarnya fals, gak bisa nggitar, ngantuk, atau memang suaranya 'nyisih' gitu ya?" (komentar mas operator saat rekaman live di studio saat mendengar intro lagu dengan kunci G7#9b5)

Yeah, saat kuliah aku direkrut ke sebuah band beraliran oldies. Sebagai rocker, tentu saja aku kelabakan disodori segunung lagu dengan kunci-kunci aneh. Bayangkan, setelah biasa shredding gitar dengan power chord yang hanya butuh dua jari sekarang aku harus berusaha keras menguasai kunci-kunci dalam posisi aneh yang memerlukan keempat jariku sekaligus, fiuh.

Untunglah aku direkrut sebagai 'tukang melodi', jadi jika jari sudah mulai menyerah maka kuakali dengan melodi-melodi sisipan, hehehe.

Doremi dan mbA band adalah band yang sama. Doremi berformat full akustik sedangkan mbA berformat hm, mungkin amburadul adalah kata yang tepat, bisa akustik, bisa elektrik, bisa diantara keduanya. Band ini mengusung lagu-lagu oldies beraliran pop, latin, rock, dangdut, campursari, keroncong.

Sudah jarang menonton kuda lumping soalnya jarang pulang kampung.

Monday, November 7, 2011

Herbal

Obat herbal

Pernahkah anda perhatikan iklan sejenis obat herbal di tv ataupun yang ditawarkan oleh sales atau tetangga yang tiba-tiba jadi sales dadakan setelah mendengarkan presentasi dari tetangga yang satunya lagi yang juga sales dadakan setelah mendengarkan dari tetangga yang satunya lagi yang.....dst.



Yang sering saya perhatikan adalah: sales obat herbal kurang "menjual". Mereka percaya diri, meyakinkan, namun kurang menjual. Kalo dipikir-pikir, mereka telah menjalankan prinsip-prinsip penjualan dengan baik, namun entah kenapa seperti ada yang kurang pada presentasi-presentasi mereka. Atau mungkin terlalu berlebihan.

Obat-obat yang ditawarkan menurut saya sederhana saja namun dideskripsikan secara rumit. Ada penjelasan tentang kandungan zat, cara mengekstrak zat dari sumbernya, proses kimia pembuatan obat tersebut (hm, herbal? Proses kimia?). Kemudian ada penjelasan (kadang presentasi dalam bentuk power point) dari dokter dan ilmuwan yang berada di belakang pembuatan obat tersebut. Saya rasa saya tidak tertarik dengan deskripsi yang membuat mengantuk macam itu.

Obat yang ditawarkan biasanya adalah obat "penyembuh segala macam penyakit". Saya biasanya berkomentar "wow" sambil pasang wajah kagum, tentu saja sebenarnya tidak sama sekali. Terlalu dipaksakan jika ada sebuah obat seperti itu. Saya selalu menahan diri untuk tidak bertanya (setelah penjelasan tentang khasiat untuk kanker, tumor lumpuh) "bisa menyembuhkan pilek nggak? Untuk menyembuhkan diare gimana dosisnya?"

Kesaksian atau testimoni sangat terlihat dipaksakan. Di tv jelas bisa kita lihat kalo mereka membaca atau menghafal dialog atau didikte. Di brosur akan anda dapati misal seseorang pengidap kanker stadium sangat lanjut sembuh dalam waktu sebulan. Sang sales sendiri biasanya akan memberi kesaksian tetangganya yang sakit super parah hingga dokter angkat tangan ternyata bisa sembuh; juga menyebut beberapa nama orang terkenal yang mengkonsumsinya. Masalahnya adalah, obat tersebut ditawarkan kepada saya yang sehat, hm..., haloo...? Trus mau saya apakan obat itu?

(saya pernah didatangi sepasang suami istri yang presentasi tentang "obat akhir zaman penyembuh segala penyakit" sebesar separuh jari kelingking seharga Rp 100.000. Tentu saja sebagai tuan rumah yang baik mereka disuguhi minuman yang ternyata ditolak oleh istrinya ng berbadan gemuk secara halus. Usut punya usut, lewat pertaynan-pertanyaan pancingan saya, sang istri kelepasan bicara kalo terkena kencing manis, :) ).

Ini bukan sebuah penghujatan atau sejenis itu, hanya semacam keluhan, jadi saya juga memikirkan apa yang seharusnya dilakukan "oknum" sales obat-obat herbal agar tidak dianggap sebgai pembual yang meresahkan (tentu sebagian besar sales yang saya kenal tidak seperti itu).

Lihat dulu latar belakang customer, saya pernah ditawari obat dengan membawa ayat-ayat Qur'an tentang lebah yang menghasilkan madu namun obat yang dijual ke saya bukan madu, weleh. Juga mengklaim bahwa "obat segala penyakit" yang ditawarkan saya itu adalah "obat akhir zaman" yang ada di Qur'an (saya tidak ditunjukkan ayatnya). Bahkan ditunjukkan juga kutipan dari Injil dan Weda (hanya nama kitabnya tanpa ayat). Maksudnya mungkin bagus, mungkin dengan beli obat tersebut bisa mempertebal keimanan, :), mungkin lho ya.

Masalahnya, saya kurang begitu tertarik dengan hal-hal pamer keimanan atau menumpuk pahala atau "mata-pahala-an" (semacam mata duitan) macam itu, jadi kutipan ayat-ayat suci tidak menjadikan saya lantas tertarik membeli. Yang lucu, dengan menyebut kutipan ayat suci agama lain, secara tidak disadari akan menimbulkan persepsi "plin-plan" atau terlalu "toleran" yang justru tidak disukai oleh golongan tertentu.

Tidak perlu mengejar atau memaksa untuk membeli produk walaupun client memang benar-benar memerlukannya karena membuat client merasa sangat terpojok; itu bukan perasaan yang menyenangkan. Anda pasti tidak akan diterima lagi saat membuat janji untuk pertemuan berikutnya.

Tak perlu meminta nomor telepon atau e-mail client kecuali client secara sukarela memberikannya. Client yang diminta nomor telepon atau e-mail akan merasa diikat atau dibayang-bayangi terus oleh anda. Sudah pasti permintaan alamat e-mail disebabkan karena anda akan mengirimi berbagai iklan produk atau presentasi dan client tahu pasti itu; client merasa dicekoki bermacam-macam produk yang menurutnya tidak menarik. Akhirnya saat client benar-benar membutuhkan sebuah produk, dia sudah tidak berminat lagi pada email-email anda yang dia anggap sama saja dengan email-email anda terdahulu yang tidak menarik.

Tak perlu menceritakan terlalu banyak fakta tentang khasiat produk yang anda tawarkan; semacam si anu yang kena tumor super ganas sembuh dalam waktu seminggu. Meskipun fakta tersebut benar adanya, terlalu banyak cerita sukses akan menyebabkan client merasa khasiat produk terlalu berlebih-lebihan sehingga malah tidak akan percaya sama sekali. Jika client sakit sesak nafas, jangan cerita bahwa obat anda bisa menyembuhkan kanker; client membutuhkan obat asma, bukan obat kanker.

Yang paling penting, jangan anggap client seperti anak-anak yang tidak tahu apa-apa dan harus diberi tahu apa yang harus mereka lakukan. Jangan memonopoli pembicaraan, usahakan anda dan client memiliki porsi waktu bicara yang hampir imbang sehingga anda tidak berkesan menggurui (banyak yang tidak suka, walaupun hanya dalam hati).


- Posted using BlogPress from my iPad

Biner

"Hanya ada 10 jenis orang di dunia ini, yaitu yang mengerti biner dan yang tidak."

Banyak yang protes dengan pernyataan tersebut tiap kali saya iseng menulis atau mengatakannya, mereka kemungkinan besar tidak mengerti bilangan biner. Ada yang senyum-senyum karena mengerti. Adapula yang tersenyum namun dengan pandangan menerawang tanpa fokus, menduga-duga apa arti tersembunyi dari pernyataan tersebut.


Bilangan biner hanya terdiri dari dua angka, yaitu nol dan satu. Jika kita biasa menghitung 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 maka di biner kita berhitung 1,10,11,100,101,110,111,1000,1001,1010. Hm, mungkin anda jadi bertanya-tanya, apakah hikayat 1001 malam itu terjadi selama 1001 malam dalam bilangan biner, :) (weleh, berarti cuma 9 malam tok).

Tahun lalu saya juga mendapat banyak komentar saat posting di facebook "Dirgahayu RI ke 1000000 (mode biner)". Yeah, angka 64 di biner menjadi sejuta.

Kenapa bisa muncul sistem biner? Orang gila macam mana yang mau menggunakan bilangan yang cuma ada nol dan satu saja.

Alasan bilangan biner muncul sama dengan bilangan desimal. Bilangan desimal muncul karena manusia memiliki jari berjumlah sepuluh. Ada juga sistem bilangan oktal (terdiri dari angka nol sampai tujuh) yang muncul karena orang berhitung dengan jari dengan jempol sebagai penunjuknya (tetapi jempol tidak dihitung). Sistem biner muncul karena kebutuhan akan adanya hitungan yang hanya terdiri dari dua macam; ada-tidak, benar-salah, gelap-terang, hidup-mati.

Lalu orang gila macam mana yang mau menggunakan sistem biner? Jawabnya adalah orang gila semacam saya dan anda, hehehe. Bilangan biner digunakan pada mesin; mesin hanya mengetahui hidup dan mati (misal, 0 sebagai tegangan 0 V dan 1 sebagai tegangan 5 V)

Sistem biner tidak harus nol satu. Di Contact-nya Carl Sagan misalnya, makhluk luar angkasa berkomunikasi dengan kita menggunakan polarisasi kiri kanan gelombang elekromagnetik untuk mengirimkan kembali siaran TV pembukaan olimpiade di Jerman oleh Adolf Hitler. Jadi bisa saja kita gunakan kiri untuk nol dan kanan untuk satu. Namun bisa saja penggunaan kiri-kanan ini akan menjadi rancu pada operasi boolean, meskipun tidak terlalu serius; misalkan pada pernyataan "the left is right and the right is not right"

(tergerak menulis tulisan ini karena postingan Desi di twitternya)

- Posted using BlogPress from my iPad

Takbir

Yeah, takbir selalu dikumandangkan setiap hari raya idul fitri dan hari raya kurban. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengagungkan nama Tuhan di malam sebelum hari raya tersebut. Namun apakah kita benar-benar bertakbir?


Di daerah saya tiap malam hari raya diadakan takbir keliling. Waktu saya masih kecil, mobil masih langka, bahkan mobil pick-up pun merupakan barang sangat mewah, takbir keliling dilakukan dengan jalan kaki. Awalnya kami berkumpul di surau saat maghrib dan mnegumandangkan takbir hingga isya. Setelah isya, setelah terkumpul cukup banyak, dimulailah acara takbir keliling. Rute yang dilewati tentu saja jalan desa yang belum berpenerangan listrik. Walaupun sebagai anak kecil kami sering petak umpet malam-malam tanpa penerangan, saat takbir keliling kami menyempatkan diri membawa obor; hanya aksesoris, toh obor yang kami buat tidak dapat menerangi jalan.

Tentu saja dengan berjalan kaki rute keliling desa sudah lebih dari cukup; mengumandangkan takbir hingga tenggorokan kering, namun puas, warga yang tak ikut takbir meski rutenya kami lewati juga biasanya antusias "melihat", hehehe.

Kini takbir keliling juga tetap dilakukan, tentu saja dengan berbagai kemudahan. Jalan-jalan sudah memiliki penerangan yang memadai, kaki juga tidak begitu pegal karena naik kendaraan bermotor, tenggorokan pun juga tetap nyaman karena yang bertakbir adalah mp3 player dengan sound output enam buah cabinet speaker besar yang diangkut truk dengan listrik dari genset beribu-watt.

Hm, namun apakah kita ikut mengumandangkan takbir? Yang saya lihat pada "takbir keliling" saat ini adalah orang-orang yang berkonvoi berbaju muslim naik kendaraan sambil mengklakson atau membunyikan sirine, ucapan "Allahu Akbar" hanya keluar dari sound system. Bisa dikatakan, sound systemlah yang mengagungkan nama Tuhan, sound system juga mungkin yang dapat pahala, :).

- Posted using BlogPress from my iPad

Thursday, November 3, 2011

Kritis

Saya ingat waktu kuliah akta-4 di FIP sesaat setelah saya lulus. Motivasinya saat itu juga patut dipertanyakan soalnya di jurusan saya juga sudah ada program gelar ganda. Mungkin saya sudah bosen di jurusan, atau mungkin juga ingin suasana yang bukan 'itu-itu saja'. Tetapi tidak juga, karena saya juga sering nongkrong di kantin Ekonomi sehingga nggak cuma melihat yang 'itu-itu saja'.
Mungkin juga saat lulus saya sedang jomblo dan saat melihat di buku daftar wisuda gak ada yang menarik perhatian saya, lebih tepatnya tidak ada yang tertarik dengan saya sehingga saya berharap dapat 'bonus' di akta nanti. Mungkin lebih tepatnya saya ingin jadi guru tetapi terlalu malas mengambil program studi pendidikan, malas buat makalah, penelitian tindakan kelas dan hal-hal macam itu, ..., banyak kemungkinan, ... singkat cerita, saya ambil program akta-4 di FIP UM

Jelas terdapat suasana berbeda di sini, karena selain FIP banget, yang ikut akta juga berasal dari kampus-kampus di luar UM, bahkan ada yang dari Jember. Hal lain yang membuat suasana berbeda adalah latar belakang teman-teman sekelas yang dari bermacam-macam jurusan, bayangkan saat diskusi kelas ada yang mengutip ayat Qur-an untuk berdebat, hm, begitu banyak perbedaan kultur belajar, dan itu sangat menarik. Tiap hari masuk jam 7 pagi hingga jam, hm lupa, mungkin jam 1 siang, senin-hingga jumat, jadi semacam back to school gitu.

Kalo ada yang menduga bahwa saya tertarik dengan salah satu cewek di sana, anda benar, tapi bukan itu yang akan saya ceritakan.

Tiap satu mata kuliah di akta berlangsung selama dua minggu termasuk UTS dan UAS, dalam dua minggu ada tiga mata kuliah yang diselesaikan. Tiap satu mata kuliah diampu oleh dua orang dosen yang mengajar bergiliran hari ataupun masuk dua-duanya ke dalam kelas, bahkan pada mata kuliah multimedia, ada tiga dosen yang masuk bersamaan ke dalam kelas. Pada minggu yang kesekian masuklah seorang dosen bernama Prof I Nyoman Degeng, membahas tentang cara mengajar berbasis konstruktivisme. Saya sudah bersiap-siap untuk bermimpi (kebiasaan kuliah di jam 10 ke atas setelah istirahat dan makan di kantin) ketika beliau bertanya
"Berapa 3x4?"
"12"
"yeah, benar. Apa cuma itu?"
"..."
"Apa cuma jawabannya cuma 12? misal murid anda nanti menjawab 1000 gimana? "
Ada yang nyletuk "loh itu kan banyolan pak, 3x4 di tukang foto kan?"
"Hm, anda bilang itu humor, tetapi kenyataannya benar kan? bahkan bisa saja 3x4 adalah 500 kalo kualitasnya jelek"
"...(gak nyambung)"
"Bagaimana kalo ada yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaaaa...?"
"..." (kelas hening, bingung darimana 3x4 kok jadi 2 )
Ada yang gak tahan "Kok bisa pak?"
"Nah, itu pertanyaan yang bagus, respon yang bagus seandainya anda nanti jadi guru"
"eh?"
"Respon yang kurang bagus adalah berkata 'guooooblook...' pada murid yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaa"
"..."
"Karena bisa saja si murid saking ngantuk atau lemesnya dia menjawab 12 dengan intonasi super lambat, duuuuuuaaaaaaaaa beeeeeeelllllaaaaasss....., oaehm"
............

Pak Degeng menekankan pada menuntun tiap anak untuk menjadi dirinya sendiri, tidak boleh ada paksaan, dan mendorang berpikir kritis.
"Lha kalo ada yang males pak?"
"Ya nggak apa-apa"
" ? "
"Kita tidak bisa memaksa semua anak menjadi rajin dan menjadi sukses semua, menjadi presiden semua. Di dunia selalu ada keseimbangan, jadi jika ada yang rajin maka kemungkinan besar dia akan jadi bos di sebuah perusahaan yang punya kantor bertingkat tujuh seperempat. Dan jika ada yang males, kita tidak bisa memaksa mereka untuk rajin, karena sebuah gedung perlu tukang sapu dan ngepel yang jarang dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi."
....

Tentang berpikir kritis, ada contoh
"Kenal Pangeran Diponegoro?"
serentak satu kelas "Kenal...!!!"
"Siapa"
"Pahlawan",
"Kenapa disebut pahlawan"
"Karena perang melawan belanda"
"Kenapa perang melawan belanda?"
"Karena belanda membuat jalan di atas kuburan leluhur Pangeran Diponegoro"
"hm, jadi PD adalah pahlawan karena itu? Perang 5 tahun karena kuburan leluhurnya digusur terus sembunyi di goa selarong?"
"iya, eh..."
"Misal sekarang, pemerintah akan membangun jalan utama di sebuah wilayah. Jalan tersebut menghubungkan sebuah wilayah yang terisolasi sehingga warga daerah terisolasi tersebut dapat berhubungan dengan daerah sekitar, arus ekonomi meningkat dan taraf hidup lebih baik. Nah, ada satu masalah, walaupun semua lahan untuk jalan teresebut sudah dibebaskan, ada satu lahan berukuran 3x3 meter persegi yang pemiliknya tidak mau melepaskan berhubung itu adalah kuburan kakeknya. Jalan sudah diaspal lurus menghubungkan kedua daerah dan hanya kurang di tempat itu. Jika dipaksa, sebenarnya bisa saja jalan dibelokkan untuk menghindari area 3x3 meter persegi tersebut dengan resiko... yeah anda tahu sendiri, kendaraan 100km/jam di jalan lurus tiba-tiba belok untuk menghindari kuburan. Misal anda adalah pemerintah, apa yang akan anda lakukan?"
"..."
"Ohya, jika PD adalah pahlawan, kenapa sembunyi di Goa Selarong?"

Sebenarnya Pangeran Diponegoro disebut pahlawan tidak hanya karena kuburan, namun di buku-buku sejarah kita itulah yang tertulis. Pak Degeng hanya memancing kita untuk berpikir kritis. Bukan hanya kuburan yang digusur yang membuat PD memerangi belanda, namun kelas hari itu berakhir sampai di situ...

Prejudice

Dulu, saat sering nge-band, sering sehabis manggung atau latihan aku nongkrong di tempat ngopi. Tempatnya tidak tentu, terkadang di perempatan ITN (yang baru buka pukul 10 malam itu), atau di trotoar jalan Veteran sebelum ada MaToS, di Keong (hm, masih ada nggak ya?) atau yang lain dengan prinsip "pokoknya gak pulang dulu", toh sebagian temen band nginep di Markas di .. di .., hm.., baru nyadar ternyata aku gak tahu alamat resminya markas, hehehe.


Alamat markas bandku, mbA Band, kira kira begini: Di jalan bendungan Sutami ada gang yang ada warung Mak Nia, nah rumah pertama kanan jalan di gang itu markas bandku yang terakhir, ada pagar tembok rendah yang bisa buat duduk-duduk sambil gitaran (aslinya sih lihat cewek lewat, gitarannya gak penting), latihannya sendiri untuk format akustik ada di lantai dua dekat jemuran, saat-saat terakhir band-ku ada di situ malah ada dua kelinci yang dibiarkan bebas (beserta kotorannya, :) ) dan sampai memakan print-out skripsinya Supri, gitaris band-ku, :). Sekarang rumah itu sudah tidak dikontrakkan lagi, katanya dipakai sendiri oleh yang punya, bahkan denger-denger..., ah bukan urusanku.

Di markas itu aku sama Supri pernah membuat rekor tak resmi, gitaran ngalor ngidul dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Penyebabnya sepele; dikira hari itu latihan band format akustik, ternyata yang datang cuma dua orang tok, aku dan Supri, ya sudah, hajar saja, strumming all day long...

Nah, balik ke ngopi, biasanya kalo rame-rame satu band, tidak pernah ada masalah. Beda lagi kalo ngopi cuma bertiga, pasti pesanan datangnya lama dan pasti ada satu pelayan yang mondar-mandir kesana-kesini sambil bawa pesanan entah untuk siapa yang gak nyampai-nyampai.

Ini bukan untuk menyindir atau menyalahkan atau mengklaim bahwa kejadian ini selalu terjadi. Kebanyakan pelayan mengantarkan pesanan makanan atau minuman berdasarkan jumlah orang yang ada di meja itu. Tidak heran tentu saja, dan normal untuk berpikir demikian, tiga nescafe untuk tiga orang di pojok sono, ni dua jeruk pasti pesanan dua mbak cakep dekat jendela itu. Toh dengan cara begitu tidak perlu tanya satu-satu dari meja ke meja. Anehnya walaupun mejanya sudah bernomor, banyak yang masih tetap menggunakan pola pikir seperti itu dan sayalah yang sering jadi korban.

Tentu saja saya sering jadi korban karena mungkin salah saya sendiri. Kesalahannya adalah: rakus. Jadi kami sering cekikikan kalo ada pelayan yang akhirnya datang dengan tersipu (atau mungkin geram tapi gak mungkin diperlihatkan) sambil berkata: "waduh, maaf mas, lha di meja nomor 7 ini orangnya cuma ticga tapi kok di daftar pesanannya ada 4 minuman ya".

Weleh, sudah ada nomornya gitu lho mas, mbok ya tanya dari tadi tuk konfirmasi gitu. Ini juga masalah kita kebanyakan, malu bertanya dan berprasangka. Prasangka, walaupunitu prasangka baik (semacam "hm, mas itu gak mungkin rakus sampai pesan es josua dua gelas besar plus cappucino"), kadang membuat sesuatu berjalan amburadul, dan dalam kondisiku saat itu, membuat pesananku gak datang-datang, haus...
323f (5) amp (1) android (12) apple (7) arduino (18) art (1) assembler (21) astina (4) ATTiny (23) blackberry (4) camera (3) canon (2) cerita (2) computer (106) crazyness (11) debian (1) delphi (39) diary (286) flash (8) fortran (6) freebsd (6) google apps script (8) guitar (2) HTML5 (10) IFTTT (7) Instagram (7) internet (12) iOS (5) iPad (6) iPhone (5) java (1) javascript (1) keynote (2) LaTeX (6) lazarus (1) linux (29) lion (15) mac (28) macbook air (8) macbook pro (3) macOS (1) Math (3) mathematica (1) maverick (6) mazda (4) microcontroler (35) mountain lion (2) music (37) netbook (1) nugnux (6) os x (36) php (1) Physicist (29) Picture (3) programming (189) Python (109) S2 (13) software (7) Soliloquy (125) Ubuntu (5) unix (4) Video (8) wayang (3) yosemite (3)