Nugroho's blog.

Monday, November 7, 2011

Biner

"Hanya ada 10 jenis orang di dunia ini, yaitu yang mengerti biner dan yang tidak."

Banyak yang protes dengan pernyataan tersebut tiap kali saya iseng menulis atau mengatakannya, mereka kemungkinan besar tidak mengerti bilangan biner. Ada yang senyum-senyum karena mengerti. Adapula yang tersenyum namun dengan pandangan menerawang tanpa fokus, menduga-duga apa arti tersembunyi dari pernyataan tersebut.


Bilangan biner hanya terdiri dari dua angka, yaitu nol dan satu. Jika kita biasa menghitung 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 maka di biner kita berhitung 1,10,11,100,101,110,111,1000,1001,1010. Hm, mungkin anda jadi bertanya-tanya, apakah hikayat 1001 malam itu terjadi selama 1001 malam dalam bilangan biner, :) (weleh, berarti cuma 9 malam tok).

Tahun lalu saya juga mendapat banyak komentar saat posting di facebook "Dirgahayu RI ke 1000000 (mode biner)". Yeah, angka 64 di biner menjadi sejuta.

Kenapa bisa muncul sistem biner? Orang gila macam mana yang mau menggunakan bilangan yang cuma ada nol dan satu saja.

Alasan bilangan biner muncul sama dengan bilangan desimal. Bilangan desimal muncul karena manusia memiliki jari berjumlah sepuluh. Ada juga sistem bilangan oktal (terdiri dari angka nol sampai tujuh) yang muncul karena orang berhitung dengan jari dengan jempol sebagai penunjuknya (tetapi jempol tidak dihitung). Sistem biner muncul karena kebutuhan akan adanya hitungan yang hanya terdiri dari dua macam; ada-tidak, benar-salah, gelap-terang, hidup-mati.

Lalu orang gila macam mana yang mau menggunakan sistem biner? Jawabnya adalah orang gila semacam saya dan anda, hehehe. Bilangan biner digunakan pada mesin; mesin hanya mengetahui hidup dan mati (misal, 0 sebagai tegangan 0 V dan 1 sebagai tegangan 5 V)

Sistem biner tidak harus nol satu. Di Contact-nya Carl Sagan misalnya, makhluk luar angkasa berkomunikasi dengan kita menggunakan polarisasi kiri kanan gelombang elekromagnetik untuk mengirimkan kembali siaran TV pembukaan olimpiade di Jerman oleh Adolf Hitler. Jadi bisa saja kita gunakan kiri untuk nol dan kanan untuk satu. Namun bisa saja penggunaan kiri-kanan ini akan menjadi rancu pada operasi boolean, meskipun tidak terlalu serius; misalkan pada pernyataan "the left is right and the right is not right"

(tergerak menulis tulisan ini karena postingan Desi di twitternya)

- Posted using BlogPress from my iPad

Takbir

Yeah, takbir selalu dikumandangkan setiap hari raya idul fitri dan hari raya kurban. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengagungkan nama Tuhan di malam sebelum hari raya tersebut. Namun apakah kita benar-benar bertakbir?


Di daerah saya tiap malam hari raya diadakan takbir keliling. Waktu saya masih kecil, mobil masih langka, bahkan mobil pick-up pun merupakan barang sangat mewah, takbir keliling dilakukan dengan jalan kaki. Awalnya kami berkumpul di surau saat maghrib dan mnegumandangkan takbir hingga isya. Setelah isya, setelah terkumpul cukup banyak, dimulailah acara takbir keliling. Rute yang dilewati tentu saja jalan desa yang belum berpenerangan listrik. Walaupun sebagai anak kecil kami sering petak umpet malam-malam tanpa penerangan, saat takbir keliling kami menyempatkan diri membawa obor; hanya aksesoris, toh obor yang kami buat tidak dapat menerangi jalan.

Tentu saja dengan berjalan kaki rute keliling desa sudah lebih dari cukup; mengumandangkan takbir hingga tenggorokan kering, namun puas, warga yang tak ikut takbir meski rutenya kami lewati juga biasanya antusias "melihat", hehehe.

Kini takbir keliling juga tetap dilakukan, tentu saja dengan berbagai kemudahan. Jalan-jalan sudah memiliki penerangan yang memadai, kaki juga tidak begitu pegal karena naik kendaraan bermotor, tenggorokan pun juga tetap nyaman karena yang bertakbir adalah mp3 player dengan sound output enam buah cabinet speaker besar yang diangkut truk dengan listrik dari genset beribu-watt.

Hm, namun apakah kita ikut mengumandangkan takbir? Yang saya lihat pada "takbir keliling" saat ini adalah orang-orang yang berkonvoi berbaju muslim naik kendaraan sambil mengklakson atau membunyikan sirine, ucapan "Allahu Akbar" hanya keluar dari sound system. Bisa dikatakan, sound systemlah yang mengagungkan nama Tuhan, sound system juga mungkin yang dapat pahala, :).

- Posted using BlogPress from my iPad

Thursday, November 3, 2011

Kritis

Saya ingat waktu kuliah akta-4 di FIP sesaat setelah saya lulus. Motivasinya saat itu juga patut dipertanyakan soalnya di jurusan saya juga sudah ada program gelar ganda. Mungkin saya sudah bosen di jurusan, atau mungkin juga ingin suasana yang bukan 'itu-itu saja'. Tetapi tidak juga, karena saya juga sering nongkrong di kantin Ekonomi sehingga nggak cuma melihat yang 'itu-itu saja'.
Mungkin juga saat lulus saya sedang jomblo dan saat melihat di buku daftar wisuda gak ada yang menarik perhatian saya, lebih tepatnya tidak ada yang tertarik dengan saya sehingga saya berharap dapat 'bonus' di akta nanti. Mungkin lebih tepatnya saya ingin jadi guru tetapi terlalu malas mengambil program studi pendidikan, malas buat makalah, penelitian tindakan kelas dan hal-hal macam itu, ..., banyak kemungkinan, ... singkat cerita, saya ambil program akta-4 di FIP UM

Jelas terdapat suasana berbeda di sini, karena selain FIP banget, yang ikut akta juga berasal dari kampus-kampus di luar UM, bahkan ada yang dari Jember. Hal lain yang membuat suasana berbeda adalah latar belakang teman-teman sekelas yang dari bermacam-macam jurusan, bayangkan saat diskusi kelas ada yang mengutip ayat Qur-an untuk berdebat, hm, begitu banyak perbedaan kultur belajar, dan itu sangat menarik. Tiap hari masuk jam 7 pagi hingga jam, hm lupa, mungkin jam 1 siang, senin-hingga jumat, jadi semacam back to school gitu.

Kalo ada yang menduga bahwa saya tertarik dengan salah satu cewek di sana, anda benar, tapi bukan itu yang akan saya ceritakan.

Tiap satu mata kuliah di akta berlangsung selama dua minggu termasuk UTS dan UAS, dalam dua minggu ada tiga mata kuliah yang diselesaikan. Tiap satu mata kuliah diampu oleh dua orang dosen yang mengajar bergiliran hari ataupun masuk dua-duanya ke dalam kelas, bahkan pada mata kuliah multimedia, ada tiga dosen yang masuk bersamaan ke dalam kelas. Pada minggu yang kesekian masuklah seorang dosen bernama Prof I Nyoman Degeng, membahas tentang cara mengajar berbasis konstruktivisme. Saya sudah bersiap-siap untuk bermimpi (kebiasaan kuliah di jam 10 ke atas setelah istirahat dan makan di kantin) ketika beliau bertanya
"Berapa 3x4?"
"12"
"yeah, benar. Apa cuma itu?"
"..."
"Apa cuma jawabannya cuma 12? misal murid anda nanti menjawab 1000 gimana? "
Ada yang nyletuk "loh itu kan banyolan pak, 3x4 di tukang foto kan?"
"Hm, anda bilang itu humor, tetapi kenyataannya benar kan? bahkan bisa saja 3x4 adalah 500 kalo kualitasnya jelek"
"...(gak nyambung)"
"Bagaimana kalo ada yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaaaa...?"
"..." (kelas hening, bingung darimana 3x4 kok jadi 2 )
Ada yang gak tahan "Kok bisa pak?"
"Nah, itu pertanyaan yang bagus, respon yang bagus seandainya anda nanti jadi guru"
"eh?"
"Respon yang kurang bagus adalah berkata 'guooooblook...' pada murid yang menjawab 3x4 adalah duuuuaaaa"
"..."
"Karena bisa saja si murid saking ngantuk atau lemesnya dia menjawab 12 dengan intonasi super lambat, duuuuuuaaaaaaaaa beeeeeeelllllaaaaasss....., oaehm"
............

Pak Degeng menekankan pada menuntun tiap anak untuk menjadi dirinya sendiri, tidak boleh ada paksaan, dan mendorang berpikir kritis.
"Lha kalo ada yang males pak?"
"Ya nggak apa-apa"
" ? "
"Kita tidak bisa memaksa semua anak menjadi rajin dan menjadi sukses semua, menjadi presiden semua. Di dunia selalu ada keseimbangan, jadi jika ada yang rajin maka kemungkinan besar dia akan jadi bos di sebuah perusahaan yang punya kantor bertingkat tujuh seperempat. Dan jika ada yang males, kita tidak bisa memaksa mereka untuk rajin, karena sebuah gedung perlu tukang sapu dan ngepel yang jarang dilakukan oleh orang yang berpendidikan tinggi."
....

Tentang berpikir kritis, ada contoh
"Kenal Pangeran Diponegoro?"
serentak satu kelas "Kenal...!!!"
"Siapa"
"Pahlawan",
"Kenapa disebut pahlawan"
"Karena perang melawan belanda"
"Kenapa perang melawan belanda?"
"Karena belanda membuat jalan di atas kuburan leluhur Pangeran Diponegoro"
"hm, jadi PD adalah pahlawan karena itu? Perang 5 tahun karena kuburan leluhurnya digusur terus sembunyi di goa selarong?"
"iya, eh..."
"Misal sekarang, pemerintah akan membangun jalan utama di sebuah wilayah. Jalan tersebut menghubungkan sebuah wilayah yang terisolasi sehingga warga daerah terisolasi tersebut dapat berhubungan dengan daerah sekitar, arus ekonomi meningkat dan taraf hidup lebih baik. Nah, ada satu masalah, walaupun semua lahan untuk jalan teresebut sudah dibebaskan, ada satu lahan berukuran 3x3 meter persegi yang pemiliknya tidak mau melepaskan berhubung itu adalah kuburan kakeknya. Jalan sudah diaspal lurus menghubungkan kedua daerah dan hanya kurang di tempat itu. Jika dipaksa, sebenarnya bisa saja jalan dibelokkan untuk menghindari area 3x3 meter persegi tersebut dengan resiko... yeah anda tahu sendiri, kendaraan 100km/jam di jalan lurus tiba-tiba belok untuk menghindari kuburan. Misal anda adalah pemerintah, apa yang akan anda lakukan?"
"..."
"Ohya, jika PD adalah pahlawan, kenapa sembunyi di Goa Selarong?"

Sebenarnya Pangeran Diponegoro disebut pahlawan tidak hanya karena kuburan, namun di buku-buku sejarah kita itulah yang tertulis. Pak Degeng hanya memancing kita untuk berpikir kritis. Bukan hanya kuburan yang digusur yang membuat PD memerangi belanda, namun kelas hari itu berakhir sampai di situ...

Prejudice

Dulu, saat sering nge-band, sering sehabis manggung atau latihan aku nongkrong di tempat ngopi. Tempatnya tidak tentu, terkadang di perempatan ITN (yang baru buka pukul 10 malam itu), atau di trotoar jalan Veteran sebelum ada MaToS, di Keong (hm, masih ada nggak ya?) atau yang lain dengan prinsip "pokoknya gak pulang dulu", toh sebagian temen band nginep di Markas di .. di .., hm.., baru nyadar ternyata aku gak tahu alamat resminya markas, hehehe.


Alamat markas bandku, mbA Band, kira kira begini: Di jalan bendungan Sutami ada gang yang ada warung Mak Nia, nah rumah pertama kanan jalan di gang itu markas bandku yang terakhir, ada pagar tembok rendah yang bisa buat duduk-duduk sambil gitaran (aslinya sih lihat cewek lewat, gitarannya gak penting), latihannya sendiri untuk format akustik ada di lantai dua dekat jemuran, saat-saat terakhir band-ku ada di situ malah ada dua kelinci yang dibiarkan bebas (beserta kotorannya, :) ) dan sampai memakan print-out skripsinya Supri, gitaris band-ku, :). Sekarang rumah itu sudah tidak dikontrakkan lagi, katanya dipakai sendiri oleh yang punya, bahkan denger-denger..., ah bukan urusanku.

Di markas itu aku sama Supri pernah membuat rekor tak resmi, gitaran ngalor ngidul dari jam 10 pagi hingga jam 10 malam. Penyebabnya sepele; dikira hari itu latihan band format akustik, ternyata yang datang cuma dua orang tok, aku dan Supri, ya sudah, hajar saja, strumming all day long...

Nah, balik ke ngopi, biasanya kalo rame-rame satu band, tidak pernah ada masalah. Beda lagi kalo ngopi cuma bertiga, pasti pesanan datangnya lama dan pasti ada satu pelayan yang mondar-mandir kesana-kesini sambil bawa pesanan entah untuk siapa yang gak nyampai-nyampai.

Ini bukan untuk menyindir atau menyalahkan atau mengklaim bahwa kejadian ini selalu terjadi. Kebanyakan pelayan mengantarkan pesanan makanan atau minuman berdasarkan jumlah orang yang ada di meja itu. Tidak heran tentu saja, dan normal untuk berpikir demikian, tiga nescafe untuk tiga orang di pojok sono, ni dua jeruk pasti pesanan dua mbak cakep dekat jendela itu. Toh dengan cara begitu tidak perlu tanya satu-satu dari meja ke meja. Anehnya walaupun mejanya sudah bernomor, banyak yang masih tetap menggunakan pola pikir seperti itu dan sayalah yang sering jadi korban.

Tentu saja saya sering jadi korban karena mungkin salah saya sendiri. Kesalahannya adalah: rakus. Jadi kami sering cekikikan kalo ada pelayan yang akhirnya datang dengan tersipu (atau mungkin geram tapi gak mungkin diperlihatkan) sambil berkata: "waduh, maaf mas, lha di meja nomor 7 ini orangnya cuma ticga tapi kok di daftar pesanannya ada 4 minuman ya".

Weleh, sudah ada nomornya gitu lho mas, mbok ya tanya dari tadi tuk konfirmasi gitu. Ini juga masalah kita kebanyakan, malu bertanya dan berprasangka. Prasangka, walaupunitu prasangka baik (semacam "hm, mas itu gak mungkin rakus sampai pesan es josua dua gelas besar plus cappucino"), kadang membuat sesuatu berjalan amburadul, dan dalam kondisiku saat itu, membuat pesananku gak datang-datang, haus...

Tuesday, November 16, 2010

Ipad iOS 4.2

Yesterday I update my mac via software update and surprisingly found new iTunes update for iPad iOS 4.2 support.

Not sure how is going on, I try googling about it before update my iPad from 3.2.2 but alas no result at all.

I wonder, why everyone are in doubt updating their iPad? Is it possible all iPad owner (like me) waiting for review before upadate their iPad? heheh...


Powered by Qumana


Monday, July 5, 2010

Spock (atau Kirk?)

...tapi kami adalah kita, mereka juga bagian dari kita, jadi kita berdua adalah kita.

Saturday, January 23, 2010

Dvorak Keyboard Layout on My Macbook Pro 13" 5,5

After a while. I decide to use Dvorak layout.
It just need 30 minutes to popping keyboard's cap off and rearrange it.

Here the result.


From Ubuntu Karmic Koala

From Ubuntu Karmic Koala
323f (5) amp (1) android (12) apple (7) arduino (18) art (1) assembler (21) astina (4) ATTiny (23) blackberry (4) camera (3) canon (2) cerita (2) computer (106) crazyness (11) debian (1) delphi (39) diary (286) flash (8) fortran (6) freebsd (6) google apps script (8) guitar (2) HTML5 (10) IFTTT (7) Instagram (7) internet (12) iOS (5) iPad (6) iPhone (5) java (1) javascript (1) keynote (2) LaTeX (6) lazarus (1) linux (29) lion (15) mac (28) macbook air (8) macbook pro (3) macOS (1) Math (3) mathematica (1) maverick (6) mazda (4) microcontroler (35) mountain lion (2) music (37) netbook (1) nugnux (6) os x (36) php (1) Physicist (29) Picture (3) programming (189) Python (109) S2 (13) software (7) Soliloquy (125) Ubuntu (5) unix (4) Video (8) wayang (3) yosemite (3)