Nugroho's blog.: diary
Showing posts with label diary. Show all posts
Showing posts with label diary. Show all posts

Tuesday, August 30, 2016

Pulang dari Kampus.


Alfa: Ayah, tadi jatuh pas naik sepeda gajah, berdarah. Ndak mandi, nanti perih.

(Sambil menunjukkan jempol kaki yang kulitnya terkelupas)

:)

Monday, June 13, 2016

Freebsd


 Have you encountered error like this when install kde on FreeBSD?

sysctl: unknown oid 'compat.linux.osrelease'

linuxulator is not (kld)loaded, exiting


 If it's so, then just do like this

#kldload linux


But it tell that no linux module on the system. Well, just install it

cd /usr/src/sys/modules/linux

make install clean


Ehm, there's more error

compat.linux.osrelease: 2.6.16 is not supported freebsd


apparently we have to edit the .conf manually


# printf "compat.linux.osrelease=2.6.18\n" >> /etc/sysctl.conf

# sysctl compat.linux.osrelease=2.6.18

# pkg install emulators/linux_base-c6


OK, back to kde install sequence, :)

# pkg install xorg

# pkg install nvidia-driver

# pkg install virtuoso

# pkg install kde

# pkg install gtk-oxygen-engine

# pkg install kde-gtk-config


Add to /boot/loader.conf:

linux_load="YES"

nvidia_load="YES"

Add to /etc/rc.conf:

dbus_enable="YES"

hald_enable="YES"

kdm4_enable="YES"


Load new kernel modules:

# kldload linux

# kldload nvidia


Create ~/.xinitrc for KDE (just this single line here):

exec /usr/local/kde4/bin/startkde


And we are good to go, :)

Malang saat Juni.

 Sangat menyenangkan mandi di air sedingin es setelah badan berselimut tebal semalaman.

Friday, June 3, 2016

To Tu Do Du.


 Pagi, mau bikin kopi.

 "Ibuk..."

 Adek jalan ke dapur.

 "Loh, adik sudah bangun, pinter" Kataku sambil buka stoples gula.

 "Ibuk" sambil meluk kakiku

 "Ibuk masih mandi, dek". Kuisi gelas dengan tiga sendok teh gula, (ehm, harusnya sendok kopi, err..., sendok gula, ...)

 "Ayah, ibuk mandi?"

 "Iya" Kataku sambil menaruh stoples gula ke rak plastik hijau  di atas meja.

 "Ayah bikin tupi?"

 "Iya, ayah bikin kopi"

"Ayok yah, to dopan" katanya mengajak ke depan. Gak jadi bikin kopi.

Adek nggandheng tanganku, diajak ke ruang tamu.

"Adek damun tendili"




"Iya pinter, adek bangun sendiri"

"Ayah, pintunya dibuka"

Kubuka pintu depan.

"Ayah, pake tatu"

Kupakaikan sepatu orange favorit baru-nya.

"Ke Dude" katanya sambil menarik tanganku, minta diantar.

"Loh, ke rumah Budhe? Gak mandi dulu"

"Mandi sama Dude saja" Kata adek.

"Ndak tunggu maem?" Biasanya habis mandi ibuk langsung menyiapkan bekal Alfa Beta tuk dimakan di rumah Budhe.

Seakan teringat sesuatu "Bawa iPad", walah

"Iya, ayah ambilkan"

Kuambil iPad coklat, adek nunggu di depan rumah, di jalan.

Kami gandhengan tangan ke rumah Budhe.

"Ayah, ada gukguk dahat" Katanya saat lewat rumah tetangga baru yang punya anjing gak henti-hentinya menggonggong

"Hehehe iya, ada gukguk jahat"

"Kalo Pabo, pintel" katanya lagi. Hm, kayaknya dia belajar hal baru lagi dari mas-nya

"Iya, kalo Pablo pinter, diam, gak teriak-teriak". Pablo adalah anjing pitbull tepat di samping rumah.

"Ayah, ke lumah mbah"

"Besok ya dek"

"Ayah masih tekolah?"

"Iya, ayah masih sekolah."

"Besok ke mbah naik dobil melah?"

"Iya, naik mobil merah"

"Adek pake dodet?"

"Ya ndak, kalo naik mobil gak usah pake jaket"

"Iya"

"Mau apa di rumah mbah dek?"

"Main sama Hahel"

"Dek Nahl". Dia secara alami menyebut seseorang dengan nama tanpa embel-embel dek atau mas atau mbak.

"Main sama adek Hahel"

"Trus apa lagi"

"Bilang mbah dodet balu"

"Joget baru? Yang mana, yang megal-megol kan mbah sudah tahu"

"Dodet haipaif"

"Oh, joget hi5 sama mas?"

"Iya.  Ayah, ayah, ada dunung" katanya adek sambil lihat ke gunung kawi

"Iya, ada gunung"

"Dunungnya ditutup awan putih"

"Iya"

"Bulan pumama-nya masih bubuk?"

"Iya, bulan purnamanya-masih bubuk"

Belok di pertigaan belakang rumah budhe.

"Ayah, dunungnya ditutup bambu"

"Iya" memang ada rumpun bambu di samping rumah budhe. Menutup pandangan ke arah gunung.

Sampai di rumah Budhe, adek membuka sendiri pintu samping yang langsung berbatasan dengan tempat cuci piring. Terdengar suara denting gelas yang sedang dicuci budhe.

"Dudee...."

"Waduh cantiknya,, baru bangun ya" Kata budhe yang memang sudah siap begitu dengar suara adek

"Tadi damun sendiri"

"Ooo, bangun sendiri, ayok digodokkan air dulu sama budhe, trus mandi ya?" kata budhe.

"Iya"

"Ayah bangunkan mas dulu ya dek" Kataku.

"Iya, maem"

(Sang Pengunyah selalu ingat , :) )

"Iya, nanti ayah bawakan, dadah...."

####

Siklus yang mirip berlanjut ke sang kakak, :)

####


Sore:

"Ibuk, ambilkan totet" Kata adek sambil pegang shuttlecock ke ibuknya yang sedang serius lihat pertandingan badminton di TV.

"Apa dek?"

"Mau main totet sama mas"

"oh, raket to?"

:)


Wednesday, June 1, 2016

Jaket Norak Kuning Menyala.


 Banyak fungsinya.

 Tidak dingin saat ngampus pagi-pagi

 Atau saat pulang dari kampus malam-malam

 Bisa berfungsi sebagai jas hujan karena anti air. Tapi percuma juga karena celana juga tetap basah.  Fungsi jaket norak kuning ini adalah melindungi tubuh bagian atas. Celanaku tidak kugunakan di tubuh bagian atas, jadi tetap basah.

 Agak mendingan untuk jalan ke parkiran saat hujan. Ada hoodie-nya.

 Yang paling penting, dengan memakai jaket norak kuning menyala secara konsisten setiap hari, satpam penjaga gerbang jadi hafal dan tak perlu menunjukkan STNK untuk keluar kampus.

 Sepertinya mereka berpikir hanya satu orang di kampus ini yang berani memakai jaket model gitu. Dan karena maling pun males mencuri jaket gituan, maka yang melintas tiap hari dengan jaket yang warnanya bikin sakit mata itu pasti hanya satu orang yang sama.

 :)



 #Naya
 #edisiError

The Trials of Apollo: The Hidden Oracle


 “Percy waved vaguely toward the north. “She’s in Boston for a few weeks. Some family emergency. The point is—”

 Excerpt From: Rick Riordan. “The Hidden Oracle.”

 So, the timeline is about the same time as Magnus Chase  The Sword of Summer

 Rick is very busy this last year, :)

Monday, May 2, 2016

Tuesday, April 26, 2016

Stack.

 It's basically an unused cymbal thrown on top of another broken one at the cymbal stand, :P

 #edisiError

Monday, April 18, 2016

Timbal balik


 Alfa suka roti bakar "tesoberry" buatan ibuknya atau buatanku (yang hampir pasti selalu gosong, :) ).

 Kadang dia ingin rasa lain.

 Beberapa hari sekali minta roti bakar keju dan "yang coklat untuk adek". Beta memang suka  coklat.

 Jadilah, jika di pagi hari dia pesan sewaktu saya akan berangkat ngampus (saat dia kuantar ke rumah budhe), maka pulang harus bawa roti bakar bandung rasa coklat dan keju terpisah buat mereka.

 Awalnya saya langganan beli  roti bakar di pertigaan yang lumayan dekat dengan rumah.  Langganan, yeah, karena di situ selalu sepi, jarang sekali ngantri.

 Ternyata juga jarang sekali penjualnya ada meski dagangannya ada, entah kenapa.

 Ehm, sepi, ternyata itu. Tetap saja kadang saya rela menunggu lima belas menit untuk orangnya datang. Pulang ke rumah dengan tangan kosong bukan pilihan yang bagus, meski Alfa Beta terkadang juga tidak protes.

 Mengajari mereka menepati janji dengan contoh nyata, :)




 Suatu malam, pulang ngampus, dapat "order" untuk bawa roti-bakar. Ndilalah tukang roti bakar di pertigaan situ tak ada, berikut jualannya. Tutup.

 Terpaksa balik ke arah kampus. Targetnya ke perempatan Galunggung. Dulu sepertinya ada.

 Eh, ternyata selepas perempatan Dieng ternyata ada. Coba ah.

 Kebetulan, hanya ada satu pembeli, mbak cantik yang sedang duduk di sadel bebek matic putih, pesanannya hampir selesai, relatif sepi.

 Sehabis turun dari si ducati langsung disapa

 "Rasa apa mas?"

 "Coklat keju, mas"

 "Dicampur atau pisah?"

 "Pisah"

 "Tunggu sebentar ya"

 "nggih"

 Pesanan sebelumku telah jadi, terbungkus kertas minyak coklat, dan sudah masuk kantong plastik hitam. Entah rasa apa.

 "sudah mbak"

 Si mbak cantik, mengeluarkan uang seratus ribu.

 Tanpa diduga, mas penjual roti minta ijin ke warung tenda sebelah  untuk tukar recehan.

 Wow, kejadian langka. Harusnya, eh, biasanya, penjual akan sedikit protes atau setidaknya tanya "apakah ada uang kecil?'.

 Kesan pertama.

 ...

 Roti panggangku sudah separuh jalan. Tinggal dihias cokelat dan keju.

 Si mas memberi taburan cokelat meses dengan royal, sampai-sampai ketika roti ditutup jadi langsung berubah wujud, obesitas.

 Hal yang sama juga terjadi pada parutan keju. Hampir setengah batang dihbaiskan hanya untuk rotiku.

 Panik, meroh]goh dompet, kulihat daftar harga. Sama, tujuhbelas ribu. What the...

 "Ini mas, " tiba-tiba  kantong plastik berisi roti yang terbungkus kertas minyak cokelat disodorkan ke tanganku.

 Kubayar dengan tiga lembar lima ribuan dan selembar dua ribu, yang diterima dengan senang hati, ada bahan untuk uang kembalian.

 Dan malam itu, di rumah, kami berempat seperti pesta roti mewah, :)

 ...

 Hari-hari berikutnya selalu pesan ke tempat itu.

 Selalu bayar dengan uang pas.

 Selalu di jam yang hampir sama.

 Selalu dengan jaket gunung kuning menyala.

 Selalu bayar dengan uang pas.

 ...

 Suatu malam, pembeli sedang banyak-banyaknya. OK, tak apa, nunggu sambil main-main handphone.

 Satu demi satu pembeli terlayani hingga tinggal dua orang. Sepasang cowok-cewek yang naik motor touring dan aku. Rotinya sudah selesai. Ada satu roti yang juga siap dibungkus

 Ups, lupa pesan.

"Eh mas, coklat keju"

 "Sudah tahu kok, ni tinggal mbungkus "

 Eh.

 Si mas penjual sudah hafal. Mungkin.

...

Beberapa hari setelah itu. Datang ke sana, sengaja diam untuk mengetes.

 Dan..., coklat-keju. Otomatis. Valid, si mas penjual roti telah hafal, hehehe.

 Bakal ke situ terus.

 Sepertinya dihafal oleh seseorang memang bukan apa-apa, tak ada artinya, bagi beberapa orang.

 Tetapi itu juga merupakan kemewahan, meskipun kecil.

 Dan itu juga merupakan nilai lebih, meskipun kecil.

 Juga merupakan nilai tambah, nilai jual, meningkatkan daya saing, meskipun kecil.

 Itu yang membuat saya ke situ terus.

The Cookie Monster dan Sang Pengunyah










Friday, April 1, 2016

The Best Ever


 Pulang dari kampus

 Sampai rumah, buka garasi, masukkan si ducati .

 "Ayah pulang"

 Dibukakan pintu dalam sama Alfa, diganjal sama barbel kaki biar gak nutup lagi.

 "Makasih mas "

 Terdengar ketiplak-ketiplak khas kaki adek lari dari belakang

 "Ibuk..., ayah pulang"

 "Iya" sahut ibuk dari belakang.

 Lepas baju, tinggal pake kaos warna kelabu yang  diwajibkan alfa (dia protes kalo ayahnya pake warna selain kelabu dan hitam).

 Mau ganti celana jeans dengan celana pendek, eh si adek sudah narik tangan.

 "Ayah makan" sambil menuntun ayah ke depan

 "Iya"

 Di ruang depan sudah ada "tamu" lain untuk teman makan sore a la adek, penguin dan kelinci.

 "Ayah ndulang penguin, adek ndulang kelinci ya" kata adek.

 "Iya".

 Jadilah acara pertama di rumah diisi dengan menyuapi penguin, walau perut sendiri kelaparan.

 Alfa muncul,

 "Adek, ayok sini"

 Beta yang selalu ikut ajakan mas-nya langsung sigap meninggalkan kelincinya.

 "Ayah tunggu ya"

 Mereka berdua menghilang ke belakang.

 Bengong sendiri,

 Mau lihat tv juga paling gak boleh ubah channel sama Alfa, jam segini waktunya Kambu (eh atau Monk, atau Pororo).

 Jadilah tiduran di sofa depan.

 Belum semenit merasakan nikmatnya punggung yang beradu dengan sofa

 Sayup-sayup terdengar langkah kaki mereka berdua dari belakang, kali ini pelan, hati-hati.

 Alfa muncul, disusul Beta di belakang

 "Selamat ulang tahun Ayah"

 Mereka masing-masing membawa semangkuk puding.

 ....

"Selamat ulang tahun Yah, semoga..." Ibuk ikut nimbrung.

 "Yuk nyanyi sama-sama dulu..."

 ....

 Dan sore itu kami menikmati puding buatan ibuk berempat, di ruang depan.

 Puding coklat untuk ayah, ibuk dan Beta

 Alfa makan puding pink, warna favoritnya, sendirian, :)

 Sore yang menyenangkan

Monday, March 28, 2016

Thursday, March 24, 2016

Tuesday, March 22, 2016

Sourdough Starter



 Ngapain repot-repot bikin adonan biang kalo gak bikin roti?

 Ehm, itu dua hal.

 Bikin sourdough starter tidak repot, cukup campur tepung dan air. Biarkan semalam, tambah lagi tepung dan air, biarkan lagi semalam, ..., dst. Lactobaccilus dan Saccharomyces akan bekerja otomatis dan dalam seminggu jadilah adonan biang siap pakai dan siap rawat.

 Lah, gimana merawatnya? Pakai setengah adonan dan tambahkan lagi tepung dan air. 

 Berarti harus bikin roti tiap hari?

 Gak harus roti kok. 

 Buat campuran telur dadar juga ok, mengembang, ada crust nya, kerak, berongga, kenyal, asam, asin, mirip roti tawar keju, eh...

 Enak, bagiku.

 :)








Telur dadar pun bisa jadi kayak roti, :)







Monday, March 21, 2016

School of Physics


 Kegiatan yang biasa, belajar fisika. Di luar kampus, di tempat yang nyaman,  beberapa mungkin tempat wisata, tetapi tidak untuk rekreasi, untuk belajar.

 Topik biasanya dipilih, jadi ada SOP Mekanika (di Borobudur, Magelang), SOP Quantum di Kaliurang. Yang terakhir adalah SOP Gravitasi di Batu, Malang. 

Peserta boleh berasal dari manapun. SOP pertama diikuti oleh mahasiswa S2 UGM dari lab KAM (Kosmologi, Astrofisik dan Fisika Matematik), dengan tema Classical Mechanics Weekend. 

Seiring waktu, peserta mulai berkembang. SOP Quantum di Kaliurang Yogyakarta diikuti oleh peserta dari UGM, UNY, UAD, Yogyakarta, Unnes Semarang, UM Malang, ITS Surabaya.

SOP pernah keluar dari Yogyakarta (ehm,  bahkan yang pertama di Magelang, :) ). Pernah dilakukan di Semarang. 

Kali ini diadakan di Batu, Malang Raya, Jawa Timur. Dengan empat panitia, secara tak resmi berjumlah 4¾. Tanpa ketua, tanpa struktur. Lha kok bisa? Heh, ada SOP sebelum ini yang bahkan cuma 1 orang panitia, dengan struktur (ketua, sekretaris, bendahara, sie konsumsi, dilakukan satu orang :) ). SOP selalu unik. Tak apa, asal peserta nyaman untuk belajar.

Biaya diusahakan seminimal mungkin, untuk kegiatan selama tiga hari dua malam, biaya menginap dan makan, peserta membayar sekitar Rp.200.000 (bisa lebih bisa kurang, tetapi tidak jauh-jauh dari itu).

OK, itu murah, lumayan, trus apa istimewa-nya? 

Ehm, pemateri tidak dibayar, :)

Yeah,  pemateri membayar seperti peserta biasa. Berangkat sendiri ke tempat acara, dan membayari biaya transport sendiri. Ini menjelaskan kenapa biaya SOP bisa sangat murah. Tak ada anggaran untuk honor pemateri.

Lho kok mau? 

Eh, justru bagus kan? Pemateri yang bersedia  adalah pemateri yang datang bukan untuk uang, melainkan memang benar-benar ingin transfer ilmu.

Jadwal yang penuh dengan materi tanpa rekreasi  juga strategi yang bagus. Hanya yang ingin belajar fisika yang ikut. Cuma sedikit? Tidak juga. Gimana kalo ternyata cuma sedikit? Tidak masalah, justru belajar jadi lebih nyaman.

Benar-benar tak ada rekreasi? Yup. Jika ingin, bisa dilakukan setelah bangun tidur pagi hari (kemarin tidak mungkin, jam 5 pagi bersuhu 17 C, :) ). Bisa juga dilakukan saat istirahat makan siang (petik apel tanah seperti yang dilakukan Deny sama Syawal)

Bisa juga dilakukan di hari terakhir setelah penutupan. Kegiatan hari terakhir SOP biasanya hingga pukul 12.00, sudah termasuk penutupan.

Begitulah, School of Physics.

Asyiknya, seperti jet-lag, selang beberapa hari setelah kegiatan, handphone tak henti-hentinya dapat notifikasi  "like" setelah upload foto-foto di facebook, :)




Friday, March 18, 2016

The Sacred Nine of *nix



 Linux pertama saya, sekaligus perkenalan awal saya dengan dunia UNIX, adalah Linux Mandrake 9, dengan kode Bamboo. Mandrake Bamboo cukup cepat di  desktop AMD Duron rakitan saya. Jauh lebih cepat dari Win XP. 

 Segunung  aplikasi pre-installed di Mandrake Bamboo membuat saya jatuh hati dengan Linux dan berniat untuk suatu saat nanti terjun sepenuhnya ke dunia UNIX. Sebuah komitmen aneh di tahun 2003, di Indonesia yang infrastrukturnya didominasi oleh Microsoft Windows. 

Kenapa? Karena game-nya banyak, :)
(Pernyataan yang aneh juga, game yang bagus saat itu kebanyakan ada di Windows)
Uh, oh, ok, karena ada game bernama Enigma. Otak saya secara fisik, psikis dan spiritual langsung menyukainya. (Di tulisan lain)

Saat itu Linux juga sangat mudah dikustomisasi.

Skripsi pake Linux? Tidak, saat itu Open Office belum bisa diandalkan (menurut saya). Juga karena saya bekerja dengan Macromedia Flash yang tidak ada versi Linux-nya.

Lha kenapa ngotot nginstal, belajar Linux? Yeah, karena masih idealis, dan orang idealis (dengan tambahan keras kepala) susah dibelokkan. :)

Saya mendapatkan Mandrake Bamboo dari suplemen majalah InfoLINUX. Dan hanya satu CD. Mandrake 9.1, Bamboo memerlukan tiga CD-ROM untuk paket lengkapnya. Toh hanya dengan CD pertama saja saya sudah punya sistem desktop lengkap, KDE, dengan OpenOffice, XmmS dan Xine. 

Tentu saja saya penasaran dengan isi CD kedua dan ketiga karena bagi saya desktop saya sudah lengkap dengan satu CD saja. Tentu saja pembanding saya adalah WinXP, yang memerlukan satu CD untuk instalasi, satu CD untuk office, dan berbagai CD untuk berbagai aplikasi (di Bamboo, semua itu termuat dalam satu CD saja).

Bukankah ada di internet? Yeah, saat itu adalah era baru internet di indonesia, kecepatan maksimal sebuah warnet adalah 128kbps yang di-share dengan 60 pengguna lainnya.

Download 1 CD membutuhkan waktu semalaman.

Solusi teratasi saat ada teman yang bilang bahwa ada linux di salah satu persewaan software bajakan (ironis, :) )

Segera saya hunting ke sana. Ada memang, senang dan gugup.

Senang karena akhirnya bisa mendapatkan copy linux.

Gugup karena yang ada hanya Mandrake versi 10. Apa-apaan ini? Tiap tahun ada versi baru? 

Karena tak ada pilihan, dan saat itu RedHat begitu menakutkan, maka saya menginstall Mandrake 10 di desktop saya. 4 CD dengan opsi penuh. Saya harus bolak-balik memasukkan CD dengan urutan sesuai yang diminta ;tidak urut 1,2,3,4 tetapi sangat acak dan tidak cuma empat kali, 1,2,4,2,3,2..., belakangan saya tahu hal itu karena dependensi sebuah software di satu CD berada di CD yang lain. Pengalaman barubagi saya.

Dan Mandrake 10 terlalu "biasa" bagi saya. Tidak menarik lagi. 

Saat itu saya mulai berlangganan InfoLINUX. Di suatu edisi majalah itu menyebut beberapa distro besar; Redhat, Debian, Mandrake, Slackware dan SuSE. Otak saya langsung klik dengan nama yang terakhir. Mungkin juga karena InfoLINUX menulis bahwa SuSE adalah semacam distro yang banyak digunakan sebagai desktop pengganti Windows di eropa, sedangkan keempat distro lain banyak digunakan di server. Server adalah kata yang asing dan menakutkan bagi saya saat itu.

Dan InfoLINUX memberi bonus CD keping pertama SuSE 9.1, berlogo kadal, warna hijau, dan saya langsung jatuh cinta pada si Gecko ini (sampai sekarang, :) )

Di keping pertama ini sudah tersedia sistem operasi GUI dengan desktop KDE dan Office Suite lengkap.

Tentu saja saya penasaran dengan versi lengkap SuSE ini.

Ke persewaan software dan ada, SuSE 9.1, lima keping CD, horee...

Distro ini super lengkap, lebih lengkap dari Mandrake.

Di titik ini saya menginstal berbagai distro di komputer desktop saya dengan model multiple booting. Hal yang lumayan menantang karena saat itu hanya SuSE yang menggunakan grub bootloader sedangkan hampir semua distro lain menggunakan lilo.

Saat itu konfigurasi yang saya pakai adalah

SuSE (default)
Windows XP
Distro lain

Saya menggunakan SuSE hampir di semua hal, mengetik, mengedit gambar dengan GIMP, mendengar lagu lewat XmmS, menikmati video dengan Xine atau mPlayer. Merekam lagu dengan Hydrogen dan ... (lupa, software untuk membuat loop drum)

Hampir semua hal, kecuali mengetik skripsi di Ms Word dan mengembangkan software di Macromedia Flash.

Distro lain untuk apa? Coba-coba tentu saja. SuSE sudah sangat stabil dan mapan bagi saya. Sayang jika mau "merusak" konfigurasi cantik yang saya bangun berminggu-minggu.

Distro lain ini sebagai lahan saya untuk mengeksplorasi linux. Saya tulis distro lain bukan berarti saya tidak mengoprek SuSE lagi. Pada satu kesempatan saya pernah menginstall SuSE berdampingan dengan yang sudah ada karena ingin "membedah" dia lenih jauh.

Dengan demikian saya bisa mengenal karakteristik berbagai distro linux yang ada saat itu. Saya juga jadi mengenal KDE, Gnome, FluxBox, WindowMaker. Saya juga tahu bahwa ada dua desktop besar dan distro-distro yang ada cenderung menggunakan salah satu desktop dan kurang mendukung desktop lain. Semacam SuSE dan Mandrake yang memiliki desktop KDE yang bagus namun Gnome yang sangat jelek dan sering eror (saat itu), di sisi lain, Ubuntu dan Fedora Core menggunakan Gnome dan KDE susah sekali diinstall di sana. Itu dulu, sekarang hampir semua distro dapat diistall KDE maupun Gnome.

Tibalah saat update SuSE ke 10, kecewa. Ternyata sangat lambat sekali. Saya pengguna KDE dan sepertinya SuSE sedang mendekat ke arah Gnome. Kembali ke Mandrake yang sudah berganti nama menjadi Mandriva. 

Dan begitu rilis berikutnya SuSE (sekarang menjadi OpenSuSE) menggunakan desktop default Gnome, meski kita bisa menginstal KDE secara manual. Saya berhenti menggunakan SuSE terbaru. Balik ke SuSE 9. Saat itu saya sudah menggunakan laptop. Laptop utama saya tetap menggunakan SuSE,  multiple boot dengan Windows dan berbagai distro muda  seperti ubuntu (sebenarnya distro lama tapi sebelum punya laptop, spesifikasi desktop saya tidak memenuhi syarat minimal), LinuxMint, PCLinux OS, bahkan ke Minix. 

Berhenti menggunakan SuSE saat memiliki MacBook, desktop OS X lumayan bagus bagi saya untuk menjadi desktop utama, bersisian dengan ubuntu dan windows.

Di ruang kerja, saya menggunakan Debian, cabang unstable dengan kode Sid (karakter nakal di Toy Story), jadi saya tidak begitu mengenal Lenny,  Sarge atau Woody, Etch. Dari dulu hingga sekarang, Sid will always be Sid, :) . Satu CPU spek rendah menggunakan ubuntu. Keduanya window manager fvwm. Nggak tahu kenapa, Linux sekarang semakin tambah berat saja.

Saat ini, dengan adanya huru-hara systemd, saya beralih ke FreeBSD dengan desktop KDE. Sangat mengejutkan, karena desktop saya jauh lebih cepat dari ketika menggunakan Linux. Hampir setara dengan OSX, mungkin karena OSX berakar dari Freebsd.

Peralihan ini bukan tanpa masalah. Saya menginstall rilis stabil terakhir 10.2, dan kartu jaringan desktop terdeteksi, mendapatkan IP secara dhcp, namun ketika terjadi aliran data, kartu jaringan langsung macet. Mencari bantuan di berbagai komunitas, ada proses panjang  patch yang harus dilakukan. Malas. Mencoba rilis lama yang benar-benar stabil.

Akhirnya terinstall 9.3 tanpa masalah, dengan KDE, cepat dan lancar.

Well, kesan saya di dunia Linux dan UNIX, atau keluarga *nix secara keseluruhan adalah 9

SuSE 9.1
FreeBSD 9.3



Sunday, March 13, 2016

Hand Hammering Brass Ride Cymbal.


 I have stock ride cymball, of course it's brass, :)

 It has bright sound with much overtones and long sustain.

 Because I use my Meinl MCS 18" crash-ride as my main ride, I decide to hand hammer this ride.

 First try, litle hammering. The result has subtle difference.

 Second, more hammering, and yes..., it has more darker sound.

 Third, it's bit too much, the result is super-dark sound ride with short sustain.

 In other word, it's become trashy china cymbal.

 Searching for new/used bronze ride, :)




















Monday, February 29, 2016

Tas Kulit



 Keluar toko.

 Tangan kiri menenteng tas plastik besar.

 Tangan kanan memegang tas ransel setengah terbuka, berusaha mengorek-korek isi tas dengan tangan kiri yang juga sedang sibuk menahan agar roti yang barusan dibeli tidak berhamburan keluar. Dia menyesal telah begitu saja menyumpalkan kunci motor ke dalam tas ketika masuk toko tadi. Akan lebih praktis jika masuk saku.

Hujan yang tadi super deras baru saja reda.

Dia menapak aspal basah menuju motor bebek agak-tua nya.



Berpapasan dengan pria berpakaian jas hitam ber-tas jinjing kulit, tersenyum ramah. Dia hanya mengangguk seadanya. Masih mengaduk tas.

"Barusan reda mas" Orang itu mengiringi.

"Inggih pak". Ah, itu dia, tangannya meyenggol benda familier, bersuara gemerincing kunci.

"Saya seharian belum makan"

"Hehehe, saya juga pak, saya biasanya makan pagi sama malam. Siang gak pernah." Walah, kuncinya masuk lebih dalam di sela-sela headset dan ipod yang entah tahun berapa dia terakhir kali memakainya.

"Saya lapar"

"Nggih, saya juga. Tadi gak sempat sarapan, berangkat ngajar-nya kesiangan". Menarik keluar kunci. Dan berbonus benda merah kusut pipih panjang. Seperti spagetti dengan saus merah entah apa. Uh, ngapain pakai acara tersangkut kabel headset segala. 

"Bisa minta uang Dik?"

Akhirnya sampai juga ke motor,  punya istrinya yang dibeli sepuluh tahun lalu. Mengaitkan tas plastik besar ke kait depan tidak mudah. Akhirnya dia putuskan untuk dipangku saja, tapi nanti pasti agak kikuk ketika motor jalan.

"Kalo lapar, saya tadi beli roti pak. Buat ulang tahun istri. Bukan yang besar, saya tadi beli yang kecil juga, empat buah. Saya buka jatah saya ya, kita bagi dua, saya juga lapar "

"Gak suka roti mas" 

Panggilannya sudah berubah.

"Oh, mari makan ke rumah saja ya. Istri saya masakannya enak lho. Sekalian njenengan bawakan tas plastik roti ini, saya kesulitan bawa"

"Wah, gak usah mas"

"Oh, ya sudah" mengambil uang dua ribu tuk tuk bayar parkir. Hampir saja plastik rotinya terjatuh,

"Uang saja mas"

"Maaf, apa pak?"  Memandang aneh karena si bapak tak mau membantu. Bukannya ingin dibantu sih.

"Saya minta sodaqoh pak" panggilannya berubah lagi

"Apa itu pak". Kunci kontak motor akhirnya terpegang juga, sebuah prestasi yang patut diacungi jempol karena isi tas tidak berhamburan keluar. Eits, gak usah mengacungkan jempol, nanti rotinya jatuh.

"Saya minta sumbangan"

"Sebentar pak" sulit juga ngobrol sambil membetulkan letak kotak kue dengan jari-jari tangan kanan menjepit lembaran dua ribuan. Akhirnya dia gantung saja di setang sepeda sebelah kiri.

"Sumbangan apa pak?"

"Ya sumbangan uang mas" hm, panggilan si bapak ini tidak konsisten. Tetapi kalo dipikir, pakaian si bapak juga tidak konsisten dengan "pekerjaannya"

Dia memandang jas yang dikenakan, juga tas jinjing kulit yang sudah pasti jauh lebih mahal dari tas ransel ber-resleting-semi-jebol yang dia pakai. Spontan lihat sepatu, nah itu dia, juga kulit. Secara penampilan dia kalah jauh, karena kemana-mana dia pake sepatu jogging, bahkan saat mengajar dengan atasan batik.

"Ini pak" dia serahkan uang dua ribu yang sedianya buat parkir.

Si bapak setelah menerima langsung ngeloyor pergi. 

Ambil dua ribuan lagi deh. Ngobrak-abrik isi tas. Kali ini cari recehan, mungkin ada koin lima ratusan empat buah.

Ada.

Sepanjang jalan dia merenung. Dengan kue ultah yang dia putuskan untuk ditenteng sambil melajukan motor pelan-pelan dengan satu tangan.

Bagaimana jika bapak itu punya anak?

Bagaimana jika dia "bekerja" seperti itu untuk menyekolahkan anaknya

Bagaimana jika anaknya tak tahu kalo bapaknya dinas di emperan sebuah toko roti

Dia bahkan tak tahu kalo penghasilan bapak itu halal. Karena beda dengan tukang parkir, meski sama-sama mendapatkan dua ribu, tukang parkir memiliki deskripsi kerja yang jelas.

Tapi dia tahu satu hal

Dia gak mau nanti anaknya malu karena bapaknya "bekerja" sebagai peminta-minta di jalan.


#Megatruh

Wednesday, February 17, 2016

Allies in The Dark


 Bertanya kepada seseorang dengan bidang yang sama sekali lain, bahkan bertolak belakang, ternyata (kadang) ada gunanya.

 Bukan, solusinya bukan dari situ tentu saja, namun pertanyaan-pertanyaan yang jarang kita pikirkan karena sudah terbiasa berkutat di sana akan muncul, dan dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa itu (mungkin) akan muncul solusi.

 Kadang kita perlu palu yang berbeda untuk mengawali memecahkan sebuah masalah, begitu sudah ada sedikit retakan bisa kita lanjutkan membongkar dengan palu favorit yang kita kenal baik.
323f (5) amp (1) android (12) apple (7) arduino (18) art (1) assembler (21) astina (4) ATTiny (23) blackberry (4) camera (3) canon (2) cerita (2) computer (106) crazyness (11) debian (1) delphi (39) diary (286) flash (8) fortran (6) freebsd (6) google apps script (8) guitar (2) HTML5 (10) IFTTT (7) Instagram (7) internet (12) iOS (5) iPad (6) iPhone (5) java (1) javascript (1) keynote (2) LaTeX (6) lazarus (1) linux (29) lion (15) mac (28) macbook air (8) macbook pro (3) macOS (1) Math (3) mathematica (1) maverick (6) mazda (4) microcontroler (35) mountain lion (2) music (37) netbook (1) nugnux (6) os x (36) php (1) Physicist (29) Picture (3) programming (189) Python (109) S2 (13) software (7) Soliloquy (125) Ubuntu (5) unix (4) Video (8) wayang (3) yosemite (3)